Selasa, 02 Februari 2010

PENERAPAN DOKTER KELUARGA DI INDONESIA

Angka insiden penderita AIDS di Indonesia cukup memprihatinkan. Menurut data yang dirilis pemerintah hingga bulan Juni 2008, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai angka 21.151 orang. Penyakit ini ditakuti akan menjadi pandemik oleh petinggi-petinggi negara di seluruh dunia. Sama seperti penyakitnya lainnya, AIDS dapat menjadi sumber derita. Tidak hanya bagi penderita, tetapi juga keluarganya, bahkan negaranya. Kebanyakan ODHA masih di usia produktif yang membuat ancaman penyakit ini makin besar. Perlu koordinasi dan kolaborasi yang baik antara pemerintah, paramedis, dan masyarakat dalam pencegahan dan pengurangan penyebaran virus ini di masyarakat terutama di Indonesia. Seringkali, dokter praktek swasta atau rumah sakit cenderung memberikan pelayanan yang kuratif saja karena banyaknya pasien yang harus ditangani sehingga tidak cukup waktu untuk memberikan pelayanan yang komprehensif pada pasien. Persepsi masyarakat Indonesia mengenai “sakit” yang berbeda pun mempengaruhi susahnya pencegahan penyebaran penyakit ini, jika tidak ada peran aktif dari pemerintah dan paramedis.

Disinilah peran dokter keluarga sebagai pemberi pelayanan kesehatan primer dan komprehensif kepada masyarakat. Pengertian dokter keluarga sendiri menurut IDI adalah dokter yang memberi pelayanan secara proaktif dan menyeluruh yang menekankan pada keluarga dan komunitas. Tidak terlalu beda dengan pengertian yang diberikan Singapore College of General Physician yakni dokter yang memberi servis personal pada pelayanan kesehatan primer secara berkesinambungan dan meneyeluruh pada pasien dengan keluarga, lingkungan, dan komunitasnya. Kata kuncinya adalah : pelayanan komprehensif. Apakah pelayanan komprehensif itu? Dan bagaimana hubungannya dengan penyebaran HIV/AIDS? Pelayanan komprehensif adalah pelayanan yang mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sebagai seorang dokter, terutama dokter keluarga harus bisa mempromosikan bagaimana cara hidup sehat dan cara agar tidak tertular penyakit AIDS utamanya sehingga pasien lebih awal membentengi dirinya agar tidak tertular penyakit ini.

Pendekatan secara personal tentunya akan lebih bermakna dan lebih diresapi oleh masyarakat. Pencegahan juga harus dilakukan oleh dokter keluarga. Misalnya dengan memberi edukasi kepada ODHA agar tidak menularkan virus ini ke orang terdekatnya. Tentu saja tidak ada ODHA yang dengan sengaja menularkan virus ini kepada orang lain, mereka hanya tidak tahu saja. Disilah peran seorang dokter keluarga memberikan edukasi untuk mengurangi penyebaran virus sehingga para ODHA lebih hati-hati jika kontak langsung, apalagi yang berhubungan dengan pertukaran cairan tubuh/kelamin, terhadap orang-orang terdekatnya. Pelayanan kuratif juga tidak boleh dilupakan. Jika kepatuhan pasien untuk check up kesehatan dan minum obat rendah, dokter keluarga lah yang harus proaktif menghubungi dan mengingatkan pasien agar tidak lupa. Dan tentunya pengurangan ketidakmampuan pun harus dilakukan dokter keluarga. Alangkah baiknya dokter keluarga memiliki kolaborasi yang baik dengan yayasan atau kelompok bahkan pemuka agama untuk memberikan dukungan spiritual dan emosional kepada pasiennya terutama yang menderita penyakit-penyakit kronis seperti AIDS karena terkadang pasien tidak tahu bahwa ada lembaga/yayasan yang khusus menampung aspirsasi penderita penyakit khusus tertentu dan tentunya pasien tidak akan merasa bahwa hanya dia yang menderita penyakit tersebut. Salam Sistem Kesehatan Nasional 2004 memang tidak ada disebutkan mengenai peran dokter keluarga dalam upaya kesehatannya karena Indonesia masih dalam tahap pengenalan dokter keluarga.

Institusi-institusi akademik pun, seperti Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, mulai menanamkan prinsip-prisnsip dokter keluarga ini kepada mahasiswanya dan diharapkan nantinya setelah lulus akan menjadi dokter umum sekaligus dokter keluarga. Di luar negeri, seperti di Amerika, bahkan mengakui dokter keluarga setingkat dengan dokter spesialis.

Diharapkan perkembangan dokter keluarga ke depannya semakin membaik, karena negara pasti akan lebih hemat. Dan tentu saja, masyarakat pun lebih mengerti bahwa pencegahan untuk terjadi sakit lebih penting dibandingkan dengan mengobati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar