Senin, 10 Mei 2010

STENOSIS MITRAL PADA KEHAMILAN


STENOSIS MITRAL PADA KEHAMILAN

Pendahuluan

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol.1,2,3 Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di negara-negara berkembang pada masyarakat yang memiliki riwayat penyakit demam rematik pada masa kanakny.3,4 Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini.3

Pada kehamilan normal, tentunya berkaitan dengan keadaan sirkulasi hiperdinamik yang meliputi peningkatan volume darah, denyut jantung dan isi sekuncup, dan penurunan tahanan vaskuler sistemik yang menghasilkan peningkatan 40% curah jantung. Stenosis mitral yang berat dapat mengganggu kemampuan wanita hamil dalam menghadapi perubahan hemodinamik. Selain itu peningkatan volume darah dan takikardia mengubah pengosongan atrium kiri dan meningkatkan tekanan venokapiler paru secara bermakna. Penurunan curah jantung akibat penyempitan orifisium katup mitral menyebabkan komplikasi yang rnengancam jiwa berupa edema paru peripartum. Konsensus Brazilia mengenai Penyakit Jantung dan Kehamilan menetapkan faktor-faktor risiko komplikasi wanita hamil dengan stenosis mitral berupa meliputi : (1) perburukan kelas fungsional (KF), (2) fibrilasi atrium, (3) kekerapan ekstrasistol supraventrikel, (4) pengisian atrium kanan yang berlebihan, dan (5) diameter atrium kiri > 45mm. Konsensus juga menentukan bahwa area katup mitral <>2 berkaitan dengan kematian ibu yang tinggi tetapi hubungan dengan data klinis yang lain sangat mutlak diperlukan.

Penatalaksanaan umum meliputi pembatasan aktifitas, pembatasan garam, profilaksis antibiotik, dan penggunaan penghambat beta digoksin, dan diuretik. Terapi alternatif harus dipertimbangkan bila pasien tidak responsif secara memuaskan hanya dengan obat-obatan. Balon mitral valvotomi (BMV) perkutan dapat memperbaiki stenosis mitral pada wanita hamil dengan kesuksesan rnendekati 100%. Meskipun demikian perlu diperhatikan risiko paparan radiasi pada janin selama prosedur.


2.1. Definisi

Stenosis mitral merupakan kelainan kardiovaskular dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol.1,2,3 Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral pada waktu diastolic lebih kecil dari normal.

2.2. Etiologi

Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.1,2,3,4 Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.2,5 Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.1,2,3 Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan. Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan. Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.

2.3. Epidemiologi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung valvular menduduki urutan ke-2 setelah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung.2 Dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung.1 Sedangkan di negara-negara maju, insidens dari stenosis telah menurun karena berkurangnya kasus demam rematik sedangkan di negara-negara yang belum berkembang cenderung meningkat. Katup mitral adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada pasien dengan penyakit jantung rematik. Dua pertiga pasien kelainan ini adalah wanita. Gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. Mitral stenosis kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks.7,9

2.4. Patologi


Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.1,2

Gambar 1. Stenosis mitral

Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.1,2

2.5. Patofisiologi

Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi. Ini terjadi akibat adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2.1,4 Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.1 Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai exertional dyspneu.4 seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.1,4

Stenosis katup mitral

Gambar 2. Penyempitan Katup Mitral

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau perubahan anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension).1

Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut, yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.4

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5>2).

Tabel 1. Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral

Derajat stenosis

A2-OS interval

Area

Gradien

Ringan

>110 msec

>1,5 cm2

<5>

Sedang

80-110 msec

>1 cm2-1,5 cm2

5-10 mmHg

Berat

<80>

<1>2

>10 mmHg

A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1>2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.

Faktor Predisposisi untuk stenosis mitral adalah peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, kehamilan, dan anemia.

2.6. Perubahan Fisiologis Kehamilan

Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang biasanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan disebabkan karena:

1. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya terutama pada Umur Kehamilan (UK) 32-36 minggu

2. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.

3. Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah. Hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah). Saat 12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode diuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). Pada 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak.

Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.

2.7. Manifestasi Klinis

Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.1,2,3,4,5,6

Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.1

Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.1

Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :

1. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum

2. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20% dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali ke jantung.

3. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik.

4. Antara 4-5 hari setelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.

Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali. Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dyspnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolik, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.

2.8. Diagnosis

Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.1,2,3,4,5,6 Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:

§ Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita menyangkalnya.3,4,5

§ Dyspneu d’effort.3,4,6

§ Paroksismal nokturnal dispnea.3,4,6

§ Aktifitas yang memicu kelelahan.4

§ Hemoptisis.4

§ Nyeri dada.4

§ Palpitasi.4

Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

§ Sianosis perifer dan wajah.4

§ Opening snap.1,2,3,4,5,6

§ Diastolic rumble.1,2,3,4,5,6

§ Distensi vena jugularis.4

§ Respiratory distress.4

§ Digital clubbing.4

§ Systemic embolization.4

§ Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem perifer.1,2,3,4,5

Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan pada lapangan paru.1,2,3

Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.5,6

Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:2

§ E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya gelombang a,

§ Berkurangnya permukaan katup mitral,

§ Berubahnya pergerakan katup posterior,

§ Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat kalsifikasi.

Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria:

1. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus

2. Pembesaran jantung yang jelas

3. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill

4. Aritmia berat

Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala dekompensasi jantung pasien harus di golongkan satu

kelas lebih tinggi dan segera dirawat.

2.9. Penatalaksanaan

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.1,4

Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.1,4

Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.1

Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon yakni dengan cara lubang katup diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pada wanita hamil biasanya digunakan indikasi valvotomi dengan balon ini.

Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.1

Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:2

§ Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7>2) dan keluhan,

§ Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,

§ Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:

- Usia tua dengan fibrilasi atrium,

- Pernah mengalami emboli sistemik,

- Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.

Sedangkan pada wanita hamil yang memiliki penyakit jantung harus diklasifikasikan terlebih dahulu dan penatalaksanaannya akan sesuai dengan klasifikasi tersebut.

Tabel 2. Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan dan tata laksananya

Kelas

Manifestasi Klinis

Penatalaksanaan

I

• Tanpa pembatasan kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa

Tidak memerlukan pengobatan tambahan

II

• Sedikit pembatasan kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris

- menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu.

- Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
- Kelas I dan Kelas II ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam

-Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan

- Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu.

- Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran.

- Metode anastesi terpilih adalah epidural
- Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam.

- Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic. Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.

- Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menyusui.

III

• Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung

Dirawat di RS selama hamil terutama pada Umur Kehamilan 28 minggu dapat diberikan diuretic

IV

• Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun

Komplikasi
Pada ibu: gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.

-Harus dirawat di RS
- Kedua kelas ini (III dan IV)tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat.

- Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu.

- Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas.

- Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
- Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru.

- Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.

- Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus

- Obat yang terpilih adalah Heparin secara SC

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:2

1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,

2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium,

3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas.

2.10. Prognosis

Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.1 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rowe dkk (1925) terhadap 250 penderita mitral stenosis, setelah sepuluh tahun 39% penderita meninggal dunia, 22% menjadi semakin sesak dan 16% memiliki setidaknya satu manifestasi komplikasi tromboemboli. Setelah 20 tahun kemudian, 7% meninggal dunia, 8% penderita menjadi semakin sesak dan 26% memilki setidaknya satu manifestasi tromboemboli.4

Secara keseluruhan 10-years survival rate dari penderita stenosis mitral tanpa pengobatan lanjut hanya sekitar 50-60%, tergantung dari keluhan yang timbul saat itu. Tanpa tindakan pembedahan, 20-years survival rate hanya sekitar 85%. Penyebab kematian pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, yaitu:3

§ Gagal jantung (60-70%),

§ Emboli sistemik (20-30%) dan emboli paru (10%),

§ Infeksi (1-5%).

Pada penderita stenosis mitral, kehamilan umumnya masih dapat ditoleransi. Kadang-kadang dapat disertai gagal jantung kongestif atau aritmia semasa kehamilan dan mesti diterapi. Jika tidak disertai hipertensi pulmonal, tidak akan mempengaruhi mortalitas maternal. Mortalitas janin dapat mencapai 20 persen jika ibu yang lesinya tidak dikoreksi. Kemungkinan janin mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya.